Sabtu, 09 November 2013

Uji Kompetensi Guru (UKG) online menimbulkan multi tafsir (persepsi) di kalangan para Guru

UKG online alias Uji Kompetensi Guru bernuansa masal/serentak di seluruh Indonesia akhirnya bisa dilaksanakan meski berbeda cara atau waktu dalam pelaksanaan di lapangan, mengingat kondisi dan kesiapan para penyelenggara dalam bidang pemprograman IT-nya. Akan tetapi UKG itu sendiri banyak menimbulkan multi tafsir atau persepsi dikalangan para guru, termasuk diantara guru yang belum mampu menguasai bidang komputer.
Namun kita lihat secara substansi UKG-nya, apakah ini memenuhi sarat Uji Kompetensi atau sekedar latihan? Apakah UKG memiliki dasar hukum yang kuat atau aturan yang bisa menguatkannya atau sekedar proyek tertentu? Dan bagaimana konsekwensi atau sanksinya bagi guru yang tidak mengikuti UKG-online tersebut? Sejauh itu kamipun belum bisa meneliti atau mencari sumber yang valid atau kuat atas adanya gerakan UKG-online. Tetapi kita pandang secara positif saja bahwa UKG merupakan sarana atau mediasi sebagai “peng-chas” ilmu pengetahuan guru itu sendiri.
Berangkat dari awal sosialasi meskipun agak mendadak, bahwa tujuan UKG diantaranya adalah untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, mengembangkan kepropesian secara berkelanjutan, untuk mengetahui peta guru pada bidang kompetensi profesional dan pedagogik, sebagai dasar pemberian program pembinaan propesi guru. Sehingga aotput dari UKG adalah untuk mengidentifikasi kelemahan yang dialami oleh guru. Dan jika itu terjadi, kemungkinan pemerintah jika program ini bersifat legal; memiliki strategi tertentu bagaimana cara atau model yang akan digunakan untuk membina para guru yang lemah tersebut, sehingga menjadi guru yang benar-benar profesional.
Wow...Kenyataan di lapangan, UKG banyak menimbulkan masalah. Ada yang pro ada yang kontra, tetapi itu wajar dari sisi kehidupan sosial masyarakat. Bahkan bisa menimbuilkan positif dan negatif, tetapi itu bisa dipahami karena program ini bersifat dadakan, tanpa adanya pembinaan berjenjang pada guru; minimal tiga bulan sebelumnya, kesiapan yang matang dari penyelenggara, pengumuman yang resmi dari mentri terkait untuk pelaksanaan UKG, pengamanan dan pengawalan bahkan pengawasan yang benar-benar bisa dipertanggung jawabkan bersama.
Dan yang lebih lucu lagi, bahwa ada diantara guru yang menangis karena kehabisan modem, padahal itu tidak menjadi wajib mutlak dan memang modem tidak digunakan karena ada server local yang kuat bisa mengantarkan signal ke pusat. Ada lagi guru yang menyewa operator laptop karena ia tidak bisa. Bertbagai macam keunek-unekan mereka paparkan, ada yang menyebut proyek mubadir, ada yang menyebut UKG ilegal, ada yang menyebut UKG adalah ide dari pengusaha laptop dan modem. Kamipun sempat memandang demikian, akan tetapi UKG sudah berlangsung dan dapat dilaksankan, kamipun pasrah untuk menerima dan melaksanakan kegiatan UKG-online itu. Lantas apalagi yang bisa kita lakukan, selain menerima perintah meskipun tidak tahu dasar hukumnya. Ilegal atau tidak, yang jelas ada manfaatnya. Kita menambah wawasan keilmuan, dan tahu kelemahan kita sendiri untuk memperbaiki atau meningkatkan ke-propesionalannya. Kita tunggu saja follow uf dari program UKG berikutnya, mau seperti apa dan bagaimana bentuk selanjutnya, lalu bagaimana implementasi terhadap peningkatan kompetensi guru itu sendiri. Apa yang menjadi kewajiban pemerintah terhadap guru-guru yang lemah, bantuan apalagi bagi guru yang benar-benar profesional dan bisa ajeg terhadap kinerjanya.
Tetapi kami harapkan bahwa pemerintah betul-betul adil, transparan, berwibawa, bersahaja dan peka terhadap keluhan para guru; terutama pada guru-guru honorer yang sampai saat ini ada diantara guru yang sudah mengabdi selama dua puluh tahun belum baik nasibnya jadi PNS. Pemerintah jangan mempersulit persoalan yang mudah, justru pemerintah yang bijak adalah bisa mempermudah persoalan sulit yang diangap ribet  oleh guru atau masyarakat; bidang apa saja. Karena Undang-undang demi Undang-undang, PP demi PP, peraturan demi peraturan, hukum demi hukum, keadilan demi keadilan, wacana demi wacana, tetapi peluru atau ujung tombaknya selalu mentok tanpa daya karena diperdaya dengan rupiah. Sampai kapan negeri ini berkeadilan dan berkesosialan yang tinggi terhadap masyarakat yang lemah. Itulah unek-unek kami dari anak negeri yang damai in absentia.**from tsunami thea. anda bisa baca juga di situs http://www.ybubinaummah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar